Sabtu, 24 Mei 2014

CERITA TENTANG RINDU #2



Pantai, ooh pantai...

Lama sudah ku tak melihatmu. Membaca tulisan-tulisan orang lain yang berlibur ke pantai, membuatku rindu akan pulau kecil di bagian timur Indonesia yang bernama Ambon. Bagaimana tidak? Bearada disudut manapun pulau itu, pasti melihat pantai. Dekat atau jauhpun, pasti ketemu pantai.

Bagian timur negeri ini memang banyak menyimpan kekayaan alamnya. Hanya saja belum dikelola dengan baik. Baik alamnya maupun masyarakatnya. Kalau istilah anak ekonomi, manajemennya belum siap. Hanya sedikit saja yang dikelola dan menghasilkan pendapatan serta membuat masyarakatnya sedikit bangga dengan daerahnya.

Pada umumnya sih, panas. Tapi jangan disamakan dengan panasnya Jakarta yang bikin sesak di dadaa ya. Hehe. Masyarakatnya berkulit kecoklatan. Banyak pendatang yang juga beruji nasib disana, ada yang berasal dari Jawa, ada juga yang berasal dari Buton dan Bugis. Entah, Buton dan Bugis itu merupakan nama asli sebuah tempat atau nama suku. Yang jelas di sana suka disebut sebagai Orang Buton atau Orang Bugis.
Masyarakatnya rameee. Bukan berarti banyak banget jumlahnya, bukan, soalnya kalo dibandingkan dengan Jakarta saja, Ambon masih kalah ramainya, apalagi dengan seluruh masyarakat di pulau Jawa? Hahah. Suaranya kenceng-kenceng kalo lagi ngomong. Maklum, merupakan masyarakat pesisir pantai, jadi kalo ngomong pasti suaranya bertarung melawan bunyi desiran ombak di laut, sehingga sudah menjadi hal biasa kalo lagi ngomong suaranya kenceng banget. Satu lagi, sifat yang selalu kudapati pada setiap Orang Ambon yang kutemui, jika sedang jalan-jalan dan bertemu dengan kawan sesama Ambon juga, mereka langsung menyapa, walau jarak masih lumayan, mereka akan berteriak memanggil nama kawan itu sambil melambaik-lambaikan tangan. Setelah bertemu, mereka akan cerita sebentar, bertanya-tanya yang gak penting, mau kemana? Sama siapa? Dll.. kemudian pergi, kalo ketemu kawan lagi, mereka akan melakukan hal yang sama. sebenarnya itu akan membuat waktu mereka habis di jalan, tapi itulah Orang Ambon, gak pernah lupa untuk menyapa ataupun hanya menegur sebentar. Jika bepergian secara bergerombolan, pasti yang paling rame sendiri gerombolnya. Dimanapun, di Mall, di Angkot, maupun di dalam Lift. Makassar, Jawa, atau Singapore sekalipun, pasti suaranya yang paling kenceng dan bikin rame. Mereka gak mau kalah sama yang laen. Hahaha.

Para perempuan dipanggil Nona, sedangkan para lelaki disebut Nyong. Bagi sebagian besar Orang Ambon, yang paleng manis Cuma Nona Ambon sah deng yang paleng gaga Cuma Nyong Ambon sah. Rambut kriting dengan kulit hitam manis, itu khas Orang Ambon. Wajah Ambon yang kental membuat siapa saja bisa dikenal dengan mudah. Biar ale bajalang sampe mana lae, mar orang tetap tau kalo ale tu Nyong/Nona Ambon.

Papeda deng ikang kua kuning/ikang kua putih kalo seng, pake colo-colo, itu makanan favourite bagi sebagian besar Orang Ambon. Jika mereka sedang berada di perantauan, suatu saat mereka akan rindu dan kepikiran untuk mencari papeda ditempat itu. Tarian tradisional yang terkenal yaitu cakalele dan crazy bamboo atau bambu gila. Hehe.

Hal yang biasa kulakukan saat rindu melanda akan pulau kecil diujung timur itu adalah dengan mendengar lagu-lagu Ambon sambil menulis akan kenangan di pulau itu, seperti yang sedang kulakukan sekarang :)


Nangor, 24 Mei 2014
15.08 WIB
Waktu Adzan Ashar daerah Jatinangor dan sekitarnya.

Rabu, 21 Mei 2014

CERITA TENTANG RINDU



Cerita ..
Kata orang, Cerita itu takkan pernah ada habisnya.

Sore yang indah menurutku hari ini. Sangat indah. Tak hujan, tak juga panas. Langit menyuguhkan pemandangan yang indah untuk ditatap. Pegunungan berjajar sangat indah untuk dipandang. Seolah-olah, mereka mempunyai magnet yang kuat yang dapat membuat mata tak akan lekang olehnya. Awan bergumpal dengan sedikit cahaya matahari. Senja ini, selalu mengingatkanku akan kampung halamanku. Masih melekat erat dalam ingatanku, dulu, ketika hendak pulang kampung, ku selalu memilih untuk pulang ba’da ashar. Perjalanan yang memakan waktu 1,5jam itu ingin kumanfaatkan dengan melihat sambil menikmati hari saat matahari terbenam. Karena memang rute menuju kampungku selalu melalui jalanan dekat laut, sehingga bebas menikmati langit, laut, pegunungan beserta sunset yang indah. Yaaah, aku seorang penikmat sunset. Entah kenapa, aku selalu merasa damai kala melihat matahari terbenam. aku pernah pergi ke pantai, hanya untuk mencari sunset, akupun pernah mengajak teman, saudara, dan adikku untuk pergi ke sebuah pantai di kampungku yang bernama pantai naman hanya untuk melihat sunset, walau waktu sudah di penghujung sore. Entahlah, aku hanya bisa bilang akulah seorang penikmat sunset.

Jatinangor, sebuah tempat yang berada diujung timur kota Bandung, tempat aku tinggal sekarang, jarang sekali menyuguhkan sunset yang indah seperti di kampungku. Mungkin karena hujan yang selalu turun di sore hari, sehingga membuat matahari malu untuk menampakkan wajah indahnya. Akupun sepertinya terlalu sibuk untuk mengurusi duniaku, sehingga waktuku jarang kusempatkan untuk menikmati sunset dikala sore. Atau karena kita tak saling janji, sehingga dikala cuaca menampakkan keindahan alam, aku sedang bertarung melawan waktu demi menyelesaikan beberapa agendaku, dan jika dikala langit sedang merintih, barulah kudapati waktu senggangku, sehingga kita jarang bertemu, wahai sunsetku.

Menjelang sore dulu, aku selalu senang menikmati pemandangan dari balik pintu rumah bagian belakang. Alam selalu menyuguhkan keindahan dan keramahannya. Pohon kelapa yang melambai, pohon mangga yang selalu menghasilkan buah dikala musim, tanaman sayuran disamping rumah, dan beberapa rumah warga. Masih tergambar dengan jelas dalam ingatan. Entah sekarang masih sama atau sudah berubah, ku tak tahu, karena memang sudah lama tak pulang.

Jatinangor, bagiku adalah sebuah desa modern. Mirip dengan desaku, masih hijau, banyak pohon yang menghasilkan buah, masyarakat yang ramah. Yaa, Desa. Aku suka sekali Desa. Nangor, panggilan banyak orang akan tempat ini, sebuah Desa yang menurutku modern. Banyak mahasiswa disini. Mahasiswa juga makhluk yang modern bagiku, karena mayoritas mahasiswa di negeri ini selalu mengikuti perkembangan zaman. Banyak kedai kopi disini, ada yang kecil minimalis, adapula yang besar, yang dengan bangga memperkenalkan bahwa Aku Ada Disini. Mall kecil Jatos, yang selalu dipenuhi dengan para mahasiswa yang suka hang-out. Dan apartment. Yah, apartment. Sebuah bangunan yang mengganggu penglihatanku dikala sedang mencari wajah sunset yang begitu indah. Bangunan pencakar langit ini, seperti dengan angkuh hadir dan memperkenalkan bahwa Akulah, Sang Raja Disini, tanpa sadar bahwa ia menghalangi pemandangan pegunungan berkabut indah dibelakang sana.

Ku ingin pulang, menghirup udara segar kampungku yang amat kurindukan. Merindukan masyarakatnya yang selalu saling sapa. Merindukan tempat-tempat kenangan disana. Ooh, banyak sekali yang kurindukan. Yaaah, itulah keinginan. Keinginan seorang gadis yang merantau jauh dari pulau kecilnya. Keinginan seorang perempuan berkerudung yang rindu akan kampung halamannya. Sulit sepertinya, untuk mewujudkan keinginan itu. Mewujudkan keinginan seorang musafir yang kini haus akan ilmu. Yaa, ilmu. Alasan kuat yang membuatku tetap bertahan. Ku selalu merasa belum pantas untuk pulang karena belum memiliki cukup ilmu untuk dibagikan disana. Belum memiliki cukup pengalaman untuk diceritakan disana. Bahkan ku ingin tinggal beberapa tahun lagi, sambil bekerja ataupun kuliah sehingga ku dapat mengumpulkan banyak pelajaran yang bisa ku bawa pulang dan ku bagikan kepada mereka.

Ya Allah, kusebut nama-Mu di penghujung sore ini, Nama yang mendamaikan hati. Tak ragu sedikitpun akan Kekuasaan-Mu. Engkau Tuhan yang Maha Kuasa, yang Berkuasa atas bumi, langit, beserta kedua isinya. Ya Allah, dengan lirih ku panggil Nama-Mu. Memohon Engkau berikan petunjuk untukku. Petunjuk yang mudah kumengerti. Engkaulah sebaik-baik pemilih, pilihlah yang baik-baik untukku. Pilihanku belum tentu baik bagi-Mu, tetapi pilihan-Mu sudah pasti baik bagiku :) 

Jumat, 16 Mei 2014

Nadhia Goce's zone: Surat Untuk Ukhtiku Sayang

Nadhia Goce's zone: Surat Untuk Ukhtiku Sayang: Assalamu’alaykum shalihah?   Khaifa khaluk? :) semoga senantiasa dalam naunganNya dimanapun engkau berada. FYI: Nadhia buat ini d...