Rabu, 25 November 2015

ACHIEVING ECONOMIC SUSTAINABILITY THROUGH FINANCIAL SYSTEM STABILITY


Sabtu, 21 November 2015

Pada tulisan ini, saya hanya akan membahas materi yang saya dapat pada saat mengikuti seminar yang diadakan oleh mahasiswa fakultas ekonomika dan bisnis di Auditorium Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada. Cerita jalan-jalan untuk sekedar mengeksplor Jogja akan saya paparkan pada tulisan berikutnya, insya Allah.

Seminar yang bertemakan "Achieving Economic Sustainability Trhough Financial System Stability" ini dimoderatori oleh Bpk. A. Tony Prasetiantono, one of the lecturers in Gadjah Mada University yang juga menjabat sebagai Independent Commissioner of Permata Bank. Dari temanya saja sudah ketahuan kalo ini seminar ekonomi banget, especially keuangan. Hehe

"Dampak dari menguatnya ekonomi Amerika Serikat berpengaruh pada melemahnya kurs rupiah"- Pembukaan yg dilakukan oleh moderator. Setelah sedikit berbicara dan memberikan beberapa guyonan yang membuat suasana seminar menjadi cair dan menyenangkan, beliau mempersilahkan Bpk. Boediono selaku Keynote Speaker untuk memulai materi yang akan dibahas pada seminar.

Bpk. Boediono, dengan perawakannya yang sangat tenang mulai berdiri diatas podium dan memberikan materi yang menurut saya agak berat untuk saya cerna. Hahaha.
Materi cakupan beliau adalah mengenai Indonesian crisis yang mencakup history, indicator, and solution dan financial system stability yang mencakup defenition, the importance of its sustainability, and the rule of related institution (ministry of finance, OJK, BI, LPS).

"Ilmu ekonomi tidak semata-mata mempelajari tentang kurva dan aljabar namun tentang bagaimana cara memecahkan masalah dunia riil, oleh karena itu penting untuk mempelajari sejarah."- Boediono

Sejarah terjadinya krisis di Indonesia pada tahun 1997-1998 dan tahun 2008 diceritakan kembali oleh beliau.

Indikator terjadinya krisis ada tiga, yaitu :
1. Gejolak harga komoditi ekspor dan impor.
2. Perubahan arah aliran modal uang. Yaitu pembalikan arus dana yang memberikan dampak eksklusif.
3. Fenomena gejala alam (el nino) seperti kekeringan panjang yang mempengaruhi produksi pangan Indonesia (1997-1998). Gangguan alam memang tidak memicu krisis, namun memperburuk keadaan.

Solusi yang disampaikan oleh Bpk. Boediono mengenai hal ini adalah sistem keuangan yang harus mempunyai mekanisme peredam. Struktur harus dibuat sebaik mungkin yang juga dilihat atau disesuaikan dengan kapasitas peredam.

Pak Boediono menyampaikan bahwa terdapat tiga lini pertahanan terjadinya krisis, yaitu :
1. Struktur ekonomi yang tahan krisis dilakukan dengan cara memperdalam pasar (pasar devisa, pasar saham, pasar surat utang/obligasi, pasar uang antar-bank)
2. Menanamkan kultur kehati-hatian (prudence) pada pelaku ekonomi makro.
3. Kredibilitas dan kepercayaan. Kedua hal ini menjadi sangat penting untuk dimiliki pada saat krisis terjadi. Hal ini dapat mengurangi dampak riil akibat krisis.
"Negeri ini masih membutuhkan ekonom-ekonom yang mumpuni", kata beliau.

Meningkatnya harga asset, properti, dan saham membuat terjadinya gelembung. Dan salah satu faktor penyebab terjadinya gelembung adalah utang-piutang.

Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan Bpk. Boediono adalah :
1. Setiap krisis mempunyai keunikan tersendiri, yang mana tidak semua solusi cocok untuk diterapkan.
2. Dalam krisis keuangan, semuanya berjalan sangat cepat, terkadang hanya dalam hitungan jam. Oleh karena itu membutuhkan respon yang sangat cepat juga, sehingga dibutuhkan koordinasi antar lembaga.
3. Walaupun tiap krisis mempunyai keunikan kita bisa merumuskan solusi yang tepat berdasarkan krisis yang terjadi di masa lampau.


Pemateri berikutnya adalah Bpk. Bambang P. S. Brodjonegoro. Beliau merupakan Indonesia Minister of Finance.

Pak Bambang lebih banyak menjelaskan mengenai strategi kebijakan untuk menghadapi kondisi ekonomi terkini dan jangka panjang.

Jika sudah terjadi investasi yang berlebihan lalu pertumbuhan ekonomi masih digenjot maka akan mengakibatkan naiknya inflasi, sehingga dibutuhkan moderasi.

Era komoditas utama sebagai sumber pendapatan Indonesia sudah berakhir. Seperti Batu bara yang unfriendly environment karena banyak menimbulkan polusi sehingga tidak akan menjadi leading export comodity bagi Indonesia. Sementara Cpo masih bisa dikembangkan lebih lanjut.

Masyarakat Indonesia harus mengubah pola pikirnya menjadi pola pikir negara maju, yang mana semua berbasis industry/manufaktur. Manufaktur yang berbasis Sumberdaya alam Indonesia (ex:tambang mentah)

Sudah saatnya Indonesia membangun industri pengolahan agar value-added yang dihasilkan dari output menjadi milik Indonesia. Saatnya Indonesia memindahkan value-added yang ada di Cina dan Jepang ke Indonesia, karena selama ini Indonesia hanya mengirim bahan mentah ke Cina dan Jepang untuk diolah oleh kedua negara tersebut sehingga bahan mentah tersebut memiliki nilai tambah yang dimiliki oleh mereka.

All value-added harus dibuat di Indonesia berdasarkan SDA yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan menyempurnakan infrastruktur yang ada maka akan memberikan efek multiplyer yang luar biasa.

Pemateri selanjutnya adalah Bpk. Muliaman D. Hadad, Chairman of OJK Board of Commissioners.

Mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui stabilitas sistem keuangan.

Beliau sangat menekankan kepada pendalaman pasar keuangan (keuangan inklusi), yang merupakan salah satu program yang sedang digenjot oleh OJK.

Beliau juga menyinggung mengenai grup-grup keuangan atau yang biasa disebut dengan konglomerasi keuangan.
Konglomerasi keuangan di Indonesia akan bisa disinergikan jika antar lembaga keuangan memiliki 'bahasa komunikasi' yang sama.

Salah satu upaya mewujudkan sasaran Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2015-2019 adalah melalui financial deepening atau pendalaman pasar keuangan.

Seiring dengan semakin berkembangnya kondisi perekonomian suatu negara, kontribusi industri keuangan non-bank (IKNB) dan pasar modal akan bertambah besar dan relatif terhadap perbankan.

Pendalaman pasar keuangan dilakukan oleh sektor jasa keuangan dan pasar keuangan (pasar obligasi dan pasar modal) yang masing-masing dimulai dari tingkat kedalaman, akses, efisiensi, serta stabilitas.

Pendalaman sektor keuangan vs pertumbuhan ekonomi
(Financial development index)

1. Pengembangan sektor keuangan (multiasset) tidak boleh terlalu cepat dan tidak boleh terlalu lambat.
2. Pengembangan sektor keuangan dapat didorong dengan meletakkan fondasi yang kuat pada aktivitas usaha, iklim pengaturan dan pengawasan.


The fourth speaker, Bpk. Fauzi Ichsan, Commissioner of the Board of Indonesia Deposit Insurnce Corporation,

Krisis perbankan

Dalam stabilitas keuangan, LPS adalah ujung tombak kebijakan perbankan dan merupakan benteng terakhir sebelum penyelamatam oleh pemerintah.

Karena Indonesia telah mengalami krisis pada tahun 1997-1998, perbankan Indonesia juga telah mengalami reformasi dengan pertahanan yang jauh lebih baik.

Pak Fauzi nampaknya sangat optimis kalau Indonesia tidak akan mengalami krisis perbankan dengan mengatakan bahwa selama kurs dollar masih dibawah Rp.16.000, maka kondisi perbankan di Indonesia masih bisa bertahan. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa selama OJK belum memasukkan salah satu bank umum ke dalam pengawasan khusus, maka keadaan perbankan masih aman-aman saja.

Dalam keadaan normal tidak menguntungkan untuk memegang dolar karena itu kami dari LPS tetap optimis rupiah akan membaik.

The fifth speaker,Bpk. Mansury, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri.

Kita beruntung dengan adanya krisis, karena dari situlah kita belajar. Baik corporate, government, dan lainnya belajar dari krisis terdahulu.
Sektor keuangan Indonesia saat ini masih didominasi sektor perbankan. Sehingga pendalaman sektor keuangan masih sangat diperlukan di Indonesia.
Selain pendalaman sektor keuangan, innovation financial inclusion juga penting dikembangkan di Indonesia saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar